Senin, 24 Agustus 2009

Hukum Shalat Berjamaah di Masjid bagi Wanita

Tanya :
Ustadz, bagaimana hukumnya wanita shalat berjamaah di masjid? (Jatmiko, Depok).
Jawab :
Terdapat khilafiyah mengenai boleh tidaknya wanita shalat berjamaah di masjid. Pertama, melarangnya (makruh), seperti ulama muta`akhir Hanafiyah. Ini untuk wanita tua dan muda, dengan alasan zaman telah rusak. Kedua, membolehkannya (khususnya wanita tua), seperti ulama Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah, dengan dalil hadis-hadis. (Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2/322; Fatawa Al-Azhar, 1/20).
Yang rajih menurut kami pendapat kedua. Ibnu Qudamah menyatakan kemubahannya dengan dalil dahulu para wanita telah shalat berjamaah bersama Nabi SAW. (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 2/442; Mahmud 'Uwaidhah, Al-Jami' li Ahkam Ash-Shalah, 2/473).
Namun kebolehan itu diikat dua syarat. Pertama, ada izin dari suami atau wali (jika belum nikah). Dalilnya sabda Nabi SAW,"Jika isteri-isterimu meminta izin ke masjid-masjid, maka izinkanlah mereka." (HR Muslim, Bukhari, Ahmad, dan Ibn Hibban). Kedua, tak memakai wangi-wangian, atau semisalnya yang dapat menimbulkan mafsadat bagi wanita. Sabda Nabi SAW,"Janganlah kamu melarang wanita-wanita hamba Allah pergi ke masjid-masjid Allah, tapi hendaklah mereka keluar tanpa wangi-wangian." (HR Abu Dawud, Ahmad, Ibn Khuzaimah, Darimi, dan Baihaqi).
Jadi, jika wanita keluar tanpa izin suami/wali, hukumnya haram. (As-Sayyid Al-Bakri, I'anah Ath-Thalibin, 2/5). Namun disunnahkan suami/wali memberikan izin. (Imam Nawawi, Al-Majmu', 4/199).
Jika wanita pergi ke masjid dengan wangi-wangian, hukumnya haram. Ibnu Hazm menyebutkan jika wanita keluar berjamaah di masjid dengan berhias atau memakai wangi-wangian, mereka bermaksiat kepada Allah. (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, 4/198).
Mana yang lebih utama bagi wanita, shalat di masjid atau di rumah? Ada dua pendapat. Pertama, yang lebih utama shalat di rumah, baik shalat sendiri (munfarid) atau shalat jamaah. Ini pendapat Ibnu Qudamah (Al-Mughni, 3/443). Kedua, yang lebih utama shalat di rumah, jika shalatnya shalat jamaah, bukan shalat sendiri. Ini pendapat Ibnu Hazm (Al-Muhalla, 4/197) dan ulama Syafi'iyah seperti Imam Nawawi. (Al-Majmu', 4/198).
Kedua pendapat itu dalilnya sabda Nabi SAW,"Janganlah kamu melarang isteri-isterimu ke masjid-masjid, dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka." (HR Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, Thabrani). Pendapat pertama mengambil keumuman lafal "dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka" (wa buyutuhunna khair lahunna). Sedang pendapat kedua, tidak memberlakukan hadis itu secara umum, namun mengkhususkan hanya untuk shalat jamaah, bukan shalat munfarid. Jadi pendapat kedua ini menjama' (menggabungkan) hadis itu dengan hadis keutamaan shalat jamaah, yaitu sabda Nabi SAW,"Shalat jamaah lebih utama daripada shalat sendiri dengan 27 derajat." (Bukhari no 609; Muslim no 1038).
Menurut kami, pendapat kedua lebih rajih, karena telah mengamalkan dua dalil, sedang pendapat pertama hanya mengamalkan satu dalil. Kaidah ushuliyah menyebutkan,"Mengamalkan dua dalil adalah lebih utama daripada meninggalkan satu dalil secara keseluruhan." (An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, 3/492).
Kesimpulannya, hukumnya mubah bagi wanita shalat berjamaah di masjid, dengan syarat ada izin dari suami/wali dan tak memakai wangi-wangian. Yang lebih utama bagi wanita adalah shalat di rumah, jika shalatnya shalat jamaah, bukan shalat sendiri.
Ust M Shiddiq Al Jawi

Sumber :
http://www.mediaumat.com/content/view/574/2/
25 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar